Sejarah
Perkembangan Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia
Oleh:
Indra Wati Ningsih
A.
Pendahuluan
Agama Islam adalah agama
yang diturunkan terakhir oleh Allah Swt kepada mabi muhammad Saw, mulai saat
itu ajaran islam pun di kenalkan di dalam masyarakat, selain itu Madrasah
adalah salah satu jenis tempat pendidikan yang ada di Indonesia, adapun sistem
pendidikan dalam madrasah adalah mengombinasikan antara pendidikan agama dan
pendidikan mon agama.[1]
Madrasah sebagai
lembaga pendidikan Islam di Indonesia relatif lebih muda dibanding pesantren.
Ia lahir pada abad 20 dengan munculnya Madrasah Manba'ul Ulum Kerajaan
Surakarta tahun 1905 dan Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah
Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909 (Malik Fadjar, 1998). Madrasah berdiri atas
inisiatif dan realisasi dari pembaharuan sistem pendidikan Islam yang telah
ada.[2]
Sebelum kita mempelajari lebih lanjut
tentang perkembangan Madrasah Ibtidaiyah
di Indonesia lebih lanjut, sebelumnya alangkah baiknya kita terlebih
dahulu kita mengetahui pengertian dari Madrasah Ibtidaiyah
B.
Pengertian Madrasah
Kata madrasah diambil dari akar
kata darasa yang berarti belajar. Madrasah adalah isim makan dari kata ini
sehingga berarti tempat untuk belajar. Istilah madrasah sering diidentikkan
dengan istilah sekolah atau semacam bentuk perguruan yang dijalankan oleh
sekelompok atau institusi umat Islam (Zaki Badawi, 1980:229).
Kata “Madrasah” berasal dari
bahasa Arab sebagai keterangan tempat (za<raf), dari akar
kata : “Darasa, Yadrusu, Darsan, dan Madrasatan”. Yang mempunyai arti “Tempat
belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq), misalnya : diartikan :
“ini jalan kenikmatan”. Sedangkan kata “Midras” diartikan “buku yang
dipelajari” atau “tempat belajar”. Dalam bahasa Indonesia madrasah
disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan
memberi pengajaran.
Dari pengertian di
atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu
keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam
itu sendiri.[3]
C.
Sejarah Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah
adalah saksi perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada jaman penjajahan
Belanda madrasah didirikan untuk semua warga.Sejarah mencatat, Madrasah pertama
kali berdiri di Sumatra, Madrasah Adabiyah ( 1908, dimotori Abdullah Ahmad),
tahun 1910 berdiri madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar, kemudian
M. Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan dari
Madrasah schoel, Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di
Padang Panjang (1907). lalu, Madrasah Nurul Uman didirikan H. Abdul Somad
di Jambi.
Madrasah berkembang di jawa mulai 1912. ada model madrasah pesantren NU
dalam bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Mualimin Wustha, dan
Muallimin Ulya ( mulai 1919), ada madrasah yang mengaprosiasi sistem
pendidikan belanda plus, seperti muhammadiyah ( 1912) yang mendirikan
Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin, Mubalighin, dan Madrasah Diniyah. Ada juga model AL-Irsyad ( 1913) yang mendirikan Madrasah
Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus, atau model Madrasah PUI di Jabar yang
mengembangkan madrasah pertanian, itulah singkat tentang sejarah madrasah di
indonesia.[4]
Sejak
ditumpasnya G 30 S/PKI pada tanggal 1 0ktober 1965, bangsa Indonesia memasuki
fase baru yang diberi nama Orde Baru. Perubahan Orde Lama menjadi Orde Baru
berlangsung melalui kerjasama yang erat antara pihak ABRI atau tentara dan
gerakan-gerakan pemuda yang disebut angkatan 1966. Sejak tahun 1966 para pemuda
dan mahasiswa melakukan demonstrasi dijalan-jalan secara spontan memprotes
segala macam penyalahgunaan kekuasaan.[5]
1. Madrasah
Ibtidaiyah Pada masa Orde Baru
Pada
masa awal pemerintahan Orde Baru, kebijakan mengenai Madrasah Ibtidaiyah
bersifat melanjutkan dan memperkuat kebijakan pemerintah Orde Lama. Pada era
ini madrasah Ibtidaiyah masih belum dianggap sebagai bagian dari sistem
pendidikan secara nasional, akan tetapi madrasah menjadi lembaga otonom di
bawah pengawasan menteri agama.
Ketika
Departernen Agama didirikan, salah satu tugas Bagian Pendidikan adalah
mengadakan suatu "pilot project" sekolah yang akan menjadi contoh
bagi orang orang atau organisasi yang ingin mendirikan sekolah secara
partikelir (swasta). Tugas ini mengandung maksud sekolah agama (madrasah)
konflik pemerintah diperlukan sebagai panutan atau contoh bagi pihak swasta
dalam mengelola pendidikan agama. Pendirian madrasah negeri merupakan sisi lain
dari bentuk bantuan dan pembinaan terhadap madrasah swasta.
Bentuk
pertama dari pembinaan terhadap madrasah dan pesantren setelah Indonesia
merdeka adalah seperti yang ditentukan Dalam Peraturan Menteri Agama No.1 tahun
1946, tanggal 19 Desernber 1946 tentang pemberian bantuan madrasah.Dalam
peraturan tersebut dijelaskan bahwa madrasah adalah tiap-tiap tempat pendidikan
yang mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam sebagai pokok pengajarannya
(Iihat penjelasan pasal I peraturan tersebut). Bantuan tersebut diberikan
setiap tahun dan baru terbatas untuk beberapa karesidenan di Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jakarta dan Surakarta. Bentuk
bantuan berupa uang yang hanya boleh digunakan untuk:
a.
memberi
tunjangan kepada para guru,
b.
membeli
alat alat pelajaran
c.
Menyewa
dan atau memelihara ruang ruang dan gedung madrasah
d.
Membiayai
administrasi.
Peraturan tersebut mencantumkan pula
ketentuan bahwa dalam madrasah itu. hendaknya diajarkan juga. pengetahuan umum
setidak tidaknya: a) bahasa Indonesia, berhitung dan membaca serta menulis
dengan huruf latin di madrasah tingkat rendah, b) ditambah dengan ilmu ilmu
tentang bumi, sejarah, kesehatan tumbuh tumbuhan dan alam di madrasah lanjutan.
Jumlah jam pengajaran untuk pengetahuan umum sekurang¬kurangnya 1/3 dari jun
dah jam pengajaran seluruhnya.
Ketentuan untuk mengajarkan
pengetahuan umum. 1/3 dari seluruh jam pengajaran dilatarbelakangi oleh saran
Panitia Penyelidik Pengajaran yang mengamati bahwa di madrasah-madrasah jarang
sekali diajarkan pengetahuan umum vang sangat berguna bagi kehidupan sehari
hari. Kekurangan pengetahuan umum akan menyebabkan orang mudah diombang
ambingkan oleh pendapat yang kurang benar dan pikiran kurang luas.
Menurut peraturan ini, jenjang pendidikan dalam madrasah tersusun dalam:
Menurut peraturan ini, jenjang pendidikan dalam madrasah tersusun dalam:
a.
Madrasah
Tingkat Rendah, dengan lama belajar sekurang-kurangnya 4 tahun dan berumur 6
sampai 15 tahun;
b.
Madrasah
Lanjutan dengan masa belajar sekurang-kurangnya 3 tahun setelah tamat Madrasah
Tingkat Rendah dan berumur 11 tahun ke atas.
Peraturan ini kemudian disempurnakan
dengan Peraturan Menteri Agama No. 7 tahun 1952 yang berlaku untuk seluruh
wilayah RI. Dalam Peraturan tersebut dinyatakan bahwa jenjang pendidikan
madrasah adalah:
a.
Madrasah
Rendah (sekarang dikenal dengan sebutan Madrasah lbtidaiyah) dengan masa
belajar 6 tahun
b.
Madrasah
Lanjutan Tingkat Pertama (sekarang Madrasah Tsanawiyah), lama belajar 3 tahun
setelah tamat Madrasah lbtidaiyah.
c.
Madrasah
Lanjutan Atas (sekarang Ma'drasah Aliyah), lama belajar 3 tahun setelah tamat
Madrasah Tsanawiyah.
Madrasah lbtidaiyah Negeri sebagian
besar berasal dari madrasah madrasah yang semula diasuh oleh Pemerintah Daerah
Aceh, Lampung dan Surakarta. Sejak tahun 1946 ada 205 Sekolah Rendah Islam yang
diasuh oleh Pemerintah Daerah Aceh yang dengan Ketetapan Menteri Agama no. I
tahun 1959, pengasuhan dan pemeliharaannya diserahkan kepada Kementerian Agama
dan namanya diubah menjadi Sekolah Rakyat Islam (SRI). Kernudian melalui
Keputusan Menteri Agama No.104 tahun 1962 diubah namanya menjadi Madrasah
lbtidaiyah 11.1egeri (MIN). Hal yang sama terjadi di karesidenan Lampung.
Sebanyak 19 SRI berdasarkan Penetapan Menteri Agama No. 2 tahun 1959. Di
Karesidenan Surakarta sebanyak 11 SRI dengan Penetapan Menteri Agama no. 12
tahun 1959.
Kemunculan Orde Baru tampil dengan
konsep pembangunan yang lebih dikenal dengan pembangunan Lima Tahun (PELITA).
Pembangunan nasional merupakan bagian penting dari kebijakan politik pemerintah
Orde Baru. Pada masa Orde Baru pendidikan bersifat sentralisme, dengan
birokrasi yang ketat. Hal ini terjadi akibat dari system pemerintahan yang
otoriter. Hal ini memberi akibat kepada kegiatan pendidikan bersitaf menunggu
perintah dari atas (top down). ( Abuddin Nata, 2003: 42)
Dengan adanya sentralisme, maka
pendidikan tidak berjalan dengan baik, inovasi terhenti karena setiap pembaruan
dan inovasi dianggap menetang pemerintah. Sehingga pembaruan dan inovatif dalam
pendidikan tidak berjalan secara maksimal.
Samsul Nizar yang menyatakan bahwa
kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan agama, termasuk madrasah
bersifat positif dan kostruktif, khusus pada dekade terakhir tahun 1980-an
sampai dengan tahun 1990-an. Kebijakannya bersifat melanjutkan dan memperkuat
kebijakan Orde lama. Meskipun demikian pada tahap ini madrasah belum dianggap
sebagai bagian sistem pendidikan secara nasional, akan tetapi merupakan lembaga
otonom di bawah pengawasan menteri Agama. Pada masa ini sistem pendidikan
madrasah secara khusus lebih didominasi oleh muatan-muatan yang bersifat
keagamaan, menggunakan kurikulum yang belum terstandar, struktur yang tidak
seragam, dan memberlakukan manajemen yang kurang dapat dikontrol oleh
pemerintah.[6]
2. Madrasah
Ibtidayah pada Era Modern
Persepsi masyarakat terhadap madrasah di era
modern belakangan semakin menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang
unik. Di saat ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, di saat filsafat
hidup manusia modern mengalami krisis keagamaan (Haedar Nashir, 1999) dan di
saat perdagangan bebas dunia makin mendekati pintu gerbangnya, keberadaan
madrasah tampak makin dibutuhkan orang.
Terlepas dari berbagai problema yang dihadapi,
baik yang berasal dari dalam sistem seperti masalah manajemen, kualitas input
dan kondisi sarana prasarananya, maupun dari luar sistem seperti persyaratan
akreditasi yang kaku dan aturan-aturan lain yang menimbulkan kesan madrasah
sebagai 'sapi perah', madrasah yang memiliki karakteristik khas yang tidak
dimiliki oleh model pendidikan lainnya itu menjadi salah satu tumpuan harapan
bagi manusia modern untuk mengatasi keringnya hati dari nuansa keagamaan dan
menghindarkan diri dari fenomena demoralisasi dan dehumanisasi yang semakin
merajalela seiring dengan kemajuan peradaban teknologi dan materi. Sebagai
jembatan antara model pendidikan pesantren dan model pendidikan sekolah,
madrasah menjadi sangat fleksibel diakomodasikan dalam berbagai lingkungan. Di
lingkungan pesantren, madrasah bukanlah barang yang asing, karena memang lahirnya
madrasah merupakan inovasi model pendidikan pesantren. Dengan kurikulum yang
disusun rapi, para santri lebih mudah mengetahui sampai di mana tingkat
penguasaan materi yang dipelajari. Dengan metode pengajaran modern yang
disertai audio visual, kesan kumuh, jorok, ortodok, dan exclusive yang selama
itu melekat pada pesantren sedikit demi sedikit terkikis. Masyarakat metropolit
makin tidak malu mendatangi dan bahkan memasukkan putra-putrinya ke pesantren
dengan model pendidikan madrasah. Baik mereka yang sekedar berniat menempatkan
putra-putrinya pada lingkungan yang baik
(agamis) hingga yang benar-benar menguasai ilmu yang dikembangkan di pesantren
tersebut, orang makin berebut untuk mendapatkan fasilitas di sana. Pondok
Pesantren Modern Gontor Ponorogo, misalnya, penuh dengan putra putri
konglomerat, sekali daftar tanpa mikir bayar, lengkap sudah fasilitas didapat.
Ma'had Al-Zaitun yang berlokasi di daerah Haurgelis (sekitar 30 KM dari pusat
kota Indramayu), yang baru berdiri pada tahun 1994, juga telah menjadi incaran
masyarakat modern kelas menengah ke atas, bahkan sebagian muridnya berasal dari
negara-negara sahabat, seperti Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam.
Dengan demikian, model pendidikan madrasah di lingkungan pesantren telah
memiliki daya tawar yang cukup tinggi.
Model-model pondok pesantren modern seperti
itu, kini telah bermunculan di berbagai daerah. Di Kecamatan Sukorejo,
Kabupaten Kendal misalnya, juga ada pondok pesantren "Darul Amanah"
yang mengutamakan penguasaan bahasa asing yakni Bahasa Arab dan Inggris. Pondok
Pesantren yang didirikan oleh para alumni Pondok Pesantren Modem Gontor
Ponorogo pada tahun 1990 itu telah menampung sekitar 1300 santri (siswa).
Melihat kenyataan seperti itu, tuntutan
pengembangan madrasah akhir-akhir ini dirasa cukup tinggi. Pengembangan
madrasah di pesantren yang pada umumnya berlokasi di luar kota dirasa tidak
cukup memenuhi tuntutan masyarakat. Oleh karena itu banyak model pendidikan
madrasah bermunculan di tengah kota, baik di kota kecil maupun di kota-kota
metropolitan. Meskipun banyak madrasah yang berkembang di luar lingkungan
pesantren, budaya agamanya, moral dan etika agamanya tetap menjadi ciri khas
sebuah lembaga pendidikan Islam. Etika pergaulan, perilaku dan performance
pakaian para santrinya menjadi daya tarik tersendiri, yang menjanjikan
kebahagiaan hidup dunia akhirat sebagaimana tujuan pendidikan Islam
(Al-Abrasyi, 1970; Jalaluddin dan Said, 1996).
Realitas menunjukkan bahwa praktek pendidikan
nasional dengan kurikulum yang dibuat dan disusun sedemikian rupa bahkan telah
disempurnakan berkali-kali, tidak hanya gagal menampilkan sosok manusia
Indonesia dengan kepribadian utuh, bahkan membayangkan realisasinya saja terasa
sulit. Pendidikan umum (non madrasah) yang menjadi anak emas pemerintah, di
bawah naungan Depdiknas, telah gagal menunjukkan kemuliaan jati dirinya selama
lebih dari tiga dekade. Misi pendidikan yang ingin melahirkan manusia-manusia
cerdas yang menguasai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kekuatan
iman dan taqwa plus budi pekerti luhur, masih tetap berada pada tataran ideal
yang tertulis dalam susunan cita-cita (perundang-undangan). Tampaknya hal ini
merupakan salah satu indikator dimana pemerintah kemudian mengakui keberadaan
madrasah sebagian dari sistem pendidikan nasional.[7]
D.
Peningkatan
Mutu Madrasah Ibtidaiyah
Persoalannya,
kondisi sebagian besar madrasah sedang menghadapi persoalan serius. Menurut
Yahya Umar, madrasah diibaratkan sebagai mobil tua sarat beban. Kurikulum
madrasah adalah 130 % dari kurikulum sekolah karena komposisi kurikulum 70:30
(umum: agama) dan mata pelajaran umum madrasah sama dengan yang ada di sekolah.
Apabila dilihat dari missinya, disamping sebagai sekolah juga sebagai lembaga
dakwah. Sedangkan apabila dilihat dari kondisi guru, siswa, fisik dan
fasilitas, dan faktor-faktor pendukung lainnya kondisinya serba terbatas, untuk
tidak mengatakan sangat memprihatinkan. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa
kondisi madrasah sebagian besar menghadapi siklus negatif atau lingkaran setan
tak terpecahkan (unsolved problems): kualitas raw input (siswa, guru,
fasilitas) rendah, proses pendidikan tidak efektif, kualitas lulusan rendah,
dan kepercayaan stake holder terutama orangtua dan pengguna lulusan rendah.
Upaya apakah
yang paling strategis atau kiat-kiat yang paling jitu dalam mempercepat
peningkatan mutu madrasah. Menurut Yahya Umar, kalau madrasah diibaratkan
mesin, maka ada tiga hal yang hendak dilakukan direktoratnya: menyehatkan
mesin, mengurangi beban dan merubah beban menjadi energi. Pertama, menyehatkan
mesin. Mesin dalam sebuah organisasi pendidikan dapat berwujud budaya
organisasi dan proses organisasi. Madrasah yang sehat adalah yang memiliki
budaya organisasi yang positip dan proses organisasi yang efektif (Robins,
1996:289). Dalam mewujudkan budaya madrasah yang baru, diperlukan konsolidasi
idiil berupa reaktualisasi doktrin-doktrin agama yang selama ini mengalami
pendangkalan, pembelokan dan penyempitan makna. Konsep tentang ihlas, jihad,
dan amal shaleh perlu direaktualisasikan maknanya dan dijadikan core values
dalam penyelenggaraan pendidikan madrasah. Dengan landasan nilai-nilai
fundamental yang kokoh, akan menjadikan madrasah memiliki modal social (social capital)
yang sangat berharga dalam rangka membangun rasa saling percaya (trust), kasih
sayang, keadilan, komitmen, dedikasi, kesungguhan, kerja keras, persaudaraan
dan persatuan. Dengan social capital yang baik, akan memunculkan semangat
berprestasi yang tinggi, terhindar dari konflik yang seringkali menjadi
"hama" bagi perkembangan madrasah. Lembaga pendidikan madrasah juga
perlu tampil dengan nama, semangat, semboyan dan performen baru. Misalnya
dengan nama baru seperti MI Putera Harapan, MTs Tunas Bangsa, MA Insan Mulia,
dan lain sebagainya.
Kedua, kurangi
beban. Madrasah memang sarat beban, apabila dilihat dari missi, muatan
kurikulum, dan beban-beban sosial, budaya dan politik. Penyelenggaraan
kurikulum madrasah perlu diformat sedemikian rupa agar tidak terpaku pada
formalitas yang padat jam tetapi tidak padat misi dan isi. Orientasi pendidikan
tidak lagi pada "having" tetapi "being", bukan
"schooling" tetapi "learning", dan bukan "transfer of
knowledge" tetapi membangun jiwa melalui "transfer of values"
lewat keteladanan. Metode belajar yang mengarah pada, "quantum
learning", "quantum teaching" dan "study fun" dan
sebagainya perlu dikritisi. Budaya Belajar Bangsa Indonesia tidak harus
mencontoh model Eropa seperti bermain sambil belajar, guru hanya sebagai
fasilitator, menekankan proses dari pada hasil, mengutamakan alat belajar dan
lain sebagainya. Budaya belajar Bangsa Indonesia yang banyak berhasil
membesarkan orang justru yang mengembangkan sikap kesungguhan, prihatin
(tirakat), ihlas (nrimo, qanaah), tekun dan sabar. Siswa madrasah harus dididik
menjadi generasi yang tangguh, memiliki jiwa pejuang, seperti sikap tekun,
ulet, sabar, tahan uji, konsisten, dan pekerja keras. Multiple intelligence
(intellectual, emotional dan spiritual quotient) siswa dapat dikembangkan
secara maksimal justru melalui pergumulan yang keras, bukan sambil bermain atau
dalam suasana fun semata.
Ketiga, merubah
beban menjadi energi. Pengelola madrasah baik pimpinan maupun gurunya haruslah
menjadi orang yang cerdik, lincah dan kreatif. Pemimpin madrasah tidak
sepatutnya hanya berperan sebagai administrator, "pilot" atau
"masinis" yang hanya menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan,
melainkan harus diibaratkan seorang "sopir", "pendaki" atau
"entrepreneur" yang senantiasa berupaya menciptakan nilai tambah
dengan cara mendayagunakan kekuatan untuk menutupi kelemahan, mencari dan
memanfaatkan peluang yang ada, dan merubah ancaman menjadi tantangan (analisis
swot). Keterbatasan sumber daya (manusia, material, finansial, organisasi, teknologi
dan informasi) yang dimiliki madrasah bagi pemimpin yang berjiwa entrepreneur
dan pendaki (climber) justru menjadi cambuk, lahan perjuangan (jihad) dan amal
shaleh. Ibaratnya, beban berat di sebuah mobil dapat dirubah menjadi energi
apabila sopirnya cerdas dalam memilih jalan yang menurun. Intinya, cara merubah
beban menjadi energi adalah dengan cara berfikir dan berjiwa besar, positif,
kreatif dan tidak kenal menyerah. Memang salah satu karakteristik madrasah
adalah berkembang secara evolutif, dimulai dari sebuah pengajian di
mushallah/masjid kemudian menjadi madrasah diniah dan akhirnya menjadi
madrasah. Proses evolusi madrash selama ini ada yang berlangsung dengan baik
dan ada yang jalan ditempat, tetapi sangat jarang yang mati. Semua itu tergantung
pada orang-orang yang ada di dalamnya.
Melihat kondisi
madrasah di atas, pemerintah seharusnya tidak lagi menomorduakan madrasah,
melainkan memperlakukannya secara khusus agar 36.105 madrasah dan 5,5 juta
siswanya dapat mengejar ketertinggalannya dan tidak lagi menjadi forgotten
community. Mungkin pemetintah selama ini berasumsi: "tanpa dibantu pun
madrasah sudah dapat hidup". Asumsi ini memang tidak terlalu salah, akan
tetapi tidak seharusnya menjadi alasan untuk tidak membantunya. Atas dasar
itulah penulis sangat mendukung kebijakan Dirjen Pendidikan Islam Prof. Dr.
Yahya Umar yang akan memberdayakan madrasah, terutama madrasah swasta dalam
tiga hal: memberdayakan murid, guru dan madrasah. Kita tunggu saja realisasinya.[8]
E.
Ayat yang sesuai dengan artikel diatas adalah:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9 ( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
11. Hai orang-orang beriman
apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis",
Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Berikut ini Merupak Power Point dari Artikel di atas:
Daftar
Pustaka:
·
Online: Sejarah
Perkembangan Madrasah di Indonesia, http://iwanrosadi.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-madrasah-di.html, dilihat: 26
Desember 2012, 13:40
·
Online: Madrasah
Sebagai The Centre Of Excellence, www.ditpertais.net/.../Makalah%20Rahardjo.doc, dilihat: Rabu 26
Desember 2012, 13:15
·
Online: Sejarah Perkembengan Madrasah, http://iwanrosadi.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-madrasah-di.html. lihat : 26 Desember 2012, 13:14
·
Online: Sejarah Madrasah
di indonesia, http://amirsunankalijogo.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia/. Lihat : 26 Desember 2012 , 13:25
·
Online: Sejarah
Perkembengan Madrasah Ibtidaiyah Maasa Orde Baru, http://abyreyhan.blogspot.com/2011/01/makalah-sejarah-perkembangan-madrasah.html, 26 Desember
2012, 01:45
·
Online: makalah sejarah perkembangan Masdrasah, http://mial-faat.blogspot.com/2012/09/makalah-sejarah-perkembangan-madrasah.html Lihat : 26 Desember 2012 pukul 13:37
·
Online: Madrasah Sebagai The Centre Of Excellence, www.ditpertais.net/.../Makalah%20Rahardjo.doc, dilihat: Rabu 26 Desember
2012, 13:15
·
Online: Percepatan Mutu Madrasah, http://re-searchengines.com/drtobroni5-07.htm, Dilihat: 26 Desember 2012, 15:06
[1] Online: Sejarah Perkembangan Madrasah di Indonesia, http://iwanrosadi.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-madrasah-di.html, dilihat: 26 Desember 2012, 13:40
[2] Online: Madrasah Sebagai The Centre Of Excellence, www.ditpertais.net/.../Makalah%20Rahardjo.doc, dilihat: Rabu 26 Desember 2012, 13:15
[3] Online: Sejarah
Perkembengan Madrasah, http://iwanrosadi.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-madrasah-di.html. lihat : 26 Desember
2012, 13:14
[4]
Online: Sejarah Madrasah di indonesia, http://amirsunankalijogo.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia/. Lihat : 26
Desember 2012 , 13:25
[5] Online: Sejarah Perkembengan Madrasah Ibtidaiyah Maasa
Orde Baru, http://abyreyhan.blogspot.com/2011/01/makalah-sejarah-perkembangan-madrasah.html, 26 Desember 2012, 01:45
[6] Online:
makalah sejarah perkembangan Masdrasah, http://mial-faat.blogspot.com/2012/09/makalah-sejarah-perkembangan-madrasah.html Lihat : 26
Desember 2012 pukul 13:37
[7] Online: Madrasah Sebagai The Centre Of Excellence, www.ditpertais.net/.../Makalah%20Rahardjo.doc, dilihat: Rabu 26 Desember
2012, 13:15
[8] Online:
Percepatan Mutu Madrasah, http://re-searchengines.com/drtobroni5-07.htm, Dilihat: 26
Desember 2012, 15:06
Tidak ada komentar:
Posting Komentar