Rabu, 26 Desember 2012

ARTIKEL dan POWER POINT SEJARAH PERKEMBANGAN MI di INDONESIA


Sejarah Perkembangan Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia
Oleh: Indra Wati Ningsih
A.     Pendahuluan
Agama Islam adalah agama yang diturunkan terakhir oleh Allah Swt kepada mabi muhammad Saw, mulai saat itu ajaran islam pun di kenalkan di dalam masyarakat, selain itu Madrasah adalah salah satu jenis tempat pendidikan yang ada di Indonesia, adapun sistem pendidikan dalam madrasah adalah mengombinasikan antara pendidikan agama dan pendidikan mon agama.[1]

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia relatif lebih muda dibanding pesantren. Ia lahir pada abad 20 dengan munculnya Madrasah Manba'ul Ulum Kerajaan Surakarta tahun 1905 dan Sekolah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909 (Malik Fadjar, 1998). Madrasah berdiri atas inisiatif dan realisasi dari pembaharuan sistem pendidikan Islam yang telah ada.[2]
     Sebelum kita mempelajari lebih lanjut tentang perkembangan Madrasah Ibtidaiyah  di Indonesia lebih lanjut, sebelumnya alangkah baiknya kita terlebih dahulu kita mengetahui pengertian dari Madrasah Ibtidaiyah
B.     Pengertian Madrasah
Kata madrasah diambil dari akar kata darasa yang berarti belajar. Madrasah adalah isim makan dari kata ini sehingga berarti tempat untuk belajar. Istilah madrasah sering diidentikkan dengan istilah sekolah atau semacam bentuk perguruan yang dijalankan oleh sekelompok atau institusi umat Islam (Zaki Badawi, 1980:229).
Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (za<raf), dari akar kata : “Darasa, Yadrusu, Darsan, dan Madrasatan”. Yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq), misalnya : diartikan : “ini jalan kenikmatan”. Sedangkan kata “Midras” diartikan “buku yang dipelajari” atau “tempat belajar”. Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.[3]
C.     Sejarah Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah adalah saksi perjuangan pendidikan yang tak kenal henti. Pada jaman penjajahan Belanda madrasah didirikan untuk semua warga.Sejarah mencatat, Madrasah pertama kali berdiri di Sumatra, Madrasah Adabiyah ( 1908, dimotori Abdullah Ahmad), tahun 1910 berdiri madrasah Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar, kemudian M. Mahmud Yunus pada 1918 mendirikan Diniyah  Schoel sebagai lanjutan dari Madrasah schoel, Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang (1907). lalu, Madrasah Nurul Uman didirikan H.  Abdul Somad di Jambi.
Madrasah berkembang di jawa mulai 1912. ada model madrasah pesantren NU dalam bentuk Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Mualimin Wustha, dan Muallimin  Ulya ( mulai 1919), ada madrasah yang mengaprosiasi sistem pendidikan  belanda plus, seperti muhammadiyah ( 1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Muallimin, Mubalighin, dan Madrasah Diniyah. Ada juga model AL-Irsyad ( 1913) yang mendirikan Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus, atau model Madrasah PUI di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian, itulah singkat tentang sejarah madrasah di indonesia.[4]
Sejak ditumpasnya G 30 S/PKI pada tanggal 1 0ktober 1965, bangsa Indonesia memasuki fase baru yang diberi nama Orde Baru. Perubahan Orde Lama menjadi Orde Baru berlangsung melalui kerjasama yang erat antara pihak ABRI atau tentara dan gerakan-gerakan pemuda yang disebut angkatan 1966. Sejak tahun 1966 para pemuda dan mahasiswa melakukan demonstrasi dijalan-jalan secara spontan memprotes segala macam penyalahgunaan kekuasaan.[5]
1.      Madrasah Ibtidaiyah Pada masa Orde Baru
Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, kebijakan mengenai Madrasah Ibtidaiyah bersifat melanjutkan dan memperkuat kebijakan pemerintah Orde Lama. Pada era ini madrasah Ibtidaiyah masih belum dianggap sebagai bagian dari sistem pendidikan secara nasional, akan tetapi madrasah menjadi lembaga otonom di bawah pengawasan menteri agama.
Ketika Departernen Agama didirikan, salah satu tugas Bagian Pendidikan adalah mengadakan suatu "pilot project" sekolah yang akan menjadi contoh bagi orang orang atau organisasi yang ingin mendirikan sekolah secara partikelir (swasta). Tugas ini mengandung maksud sekolah agama (madrasah) konflik pemerintah diperlukan sebagai panutan atau contoh bagi pihak swasta dalam mengelola pendidikan agama. Pendirian madrasah negeri merupakan sisi lain dari bentuk bantuan dan pembinaan terhadap madrasah swasta.
Bentuk pertama dari pembinaan terhadap madrasah dan pesantren setelah Indonesia merdeka adalah seperti yang ditentukan Dalam Peraturan Menteri Agama No.1 tahun 1946, tanggal 19 Desernber 1946 tentang pemberian bantuan madrasah.Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa madrasah adalah tiap-tiap tempat pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam sebagai pokok pengajarannya (Iihat penjelasan pasal I peraturan tersebut). Bantuan tersebut diberikan setiap tahun dan baru terbatas untuk beberapa karesidenan di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta dan Surakarta. Bentuk
bantuan berupa uang yang hanya boleh digunakan untuk:
a.       memberi tunjangan kepada para guru,
b.      membeli alat alat pelajaran
c.       Menyewa dan atau memelihara ruang ruang dan gedung madrasah
d.      Membiayai administrasi.
Peraturan tersebut mencantumkan pula ketentuan bahwa dalam madrasah itu. hendaknya diajarkan juga. pengetahuan umum setidak tidaknya: a) bahasa Indonesia, berhitung dan membaca serta menulis dengan huruf latin di madrasah tingkat rendah, b) ditambah dengan ilmu ilmu tentang bumi, sejarah, kesehatan tumbuh tumbuhan dan alam di madrasah lanjutan. Jumlah jam pengajaran untuk pengetahuan umum sekurang¬kurangnya 1/3 dari jun dah jam pengajaran seluruhnya.
Ketentuan untuk mengajarkan pengetahuan umum. 1/3 dari seluruh jam pengajaran dilatarbelakangi oleh saran Panitia Penyelidik Pengajaran yang mengamati bahwa di madrasah-madrasah jarang sekali diajarkan pengetahuan umum vang sangat berguna bagi kehidupan sehari hari. Kekurangan pengetahuan umum akan menyebabkan orang mudah diombang ambingkan oleh pendapat yang kurang benar dan pikiran kurang luas.
Menurut peraturan ini, jenjang pendidikan dalam madrasah tersusun dalam:
a.       Madrasah Tingkat Rendah, dengan lama belajar sekurang-kurangnya 4 tahun dan berumur 6 sampai 15 tahun;
b.      Madrasah Lanjutan dengan masa belajar sekurang-kurangnya 3 tahun setelah tamat Madrasah Tingkat Rendah dan berumur 11 tahun ke atas.
Peraturan ini kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agama No. 7 tahun 1952 yang berlaku untuk seluruh wilayah RI. Dalam Peraturan tersebut dinyatakan bahwa jenjang pendidikan madrasah adalah:
a.       Madrasah Rendah (sekarang dikenal dengan sebutan Madrasah lbtidaiyah) dengan masa belajar 6 tahun
b.      Madrasah Lanjutan Tingkat Pertama (sekarang Madrasah Tsanawiyah), lama belajar 3 tahun setelah tamat Madrasah lbtidaiyah.
c.       Madrasah Lanjutan Atas (sekarang Ma'drasah Aliyah), lama belajar 3 tahun setelah tamat Madrasah Tsanawiyah.
Madrasah lbtidaiyah Negeri sebagian besar berasal dari madrasah madrasah yang semula diasuh oleh Pemerintah Daerah Aceh, Lampung dan Surakarta. Sejak tahun 1946 ada 205 Sekolah Rendah Islam yang diasuh oleh Pemerintah Daerah Aceh yang dengan Ketetapan Menteri Agama no. I tahun 1959, pengasuhan dan pemeliharaannya diserahkan kepada Kementerian Agama dan namanya diubah menjadi Sekolah Rakyat Islam (SRI). Kernudian melalui Keputusan Menteri Agama No.104 tahun 1962 diubah namanya menjadi Madrasah lbtidaiyah 11.1egeri (MIN). Hal yang sama terjadi di karesidenan Lampung. Sebanyak 19 SRI berdasarkan Penetapan Menteri Agama No. 2 tahun 1959. Di Karesidenan Surakarta sebanyak 11 SRI dengan Penetapan Menteri Agama no. 12 tahun 1959.
Kemunculan Orde Baru tampil dengan konsep pembangunan yang lebih dikenal dengan pembangunan Lima Tahun (PELITA). Pembangunan nasional merupakan bagian penting dari kebijakan politik pemerintah Orde Baru. Pada masa Orde Baru pendidikan bersifat sentralisme, dengan birokrasi yang ketat. Hal ini terjadi akibat dari system pemerintahan yang otoriter. Hal ini memberi akibat kepada kegiatan pendidikan bersitaf menunggu perintah dari atas (top down). ( Abuddin Nata, 2003: 42)
Dengan adanya sentralisme, maka pendidikan tidak berjalan dengan baik, inovasi terhenti karena setiap pembaruan dan inovasi dianggap menetang pemerintah. Sehingga pembaruan dan inovatif dalam pendidikan tidak berjalan secara maksimal.
Samsul Nizar yang menyatakan bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan agama, termasuk madrasah bersifat positif dan kostruktif, khusus pada dekade terakhir tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an. Kebijakannya bersifat melanjutkan dan memperkuat kebijakan Orde lama. Meskipun demikian pada tahap ini madrasah belum dianggap sebagai bagian sistem pendidikan secara nasional, akan tetapi merupakan lembaga otonom di bawah pengawasan menteri Agama. Pada masa ini sistem pendidikan madrasah secara khusus lebih didominasi oleh muatan-muatan yang bersifat keagamaan, menggunakan kurikulum yang belum terstandar, struktur yang tidak seragam, dan memberlakukan manajemen yang kurang dapat dikontrol oleh pemerintah.[6]
2.      Madrasah Ibtidayah pada Era Modern
Persepsi masyarakat terhadap madrasah di era modern belakangan semakin menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang unik. Di saat ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, di saat filsafat hidup manusia modern mengalami krisis keagamaan (Haedar Nashir, 1999) dan di saat perdagangan bebas dunia makin mendekati pintu gerbangnya, keberadaan madrasah tampak makin dibutuhkan orang.
Terlepas dari berbagai problema yang dihadapi, baik yang berasal dari dalam sistem seperti masalah manajemen, kualitas input dan kondisi sarana prasarananya, maupun dari luar sistem seperti persyaratan akreditasi yang kaku dan aturan-aturan lain yang menimbulkan kesan madrasah sebagai 'sapi perah', madrasah yang memiliki karakteristik khas yang tidak dimiliki oleh model pendidikan lainnya itu menjadi salah satu tumpuan harapan bagi manusia modern untuk mengatasi keringnya hati dari nuansa keagamaan dan menghindarkan diri dari fenomena demoralisasi dan dehumanisasi yang semakin merajalela seiring dengan kemajuan peradaban teknologi dan materi. Sebagai jembatan antara model pendidikan pesantren dan model pendidikan sekolah, madrasah menjadi sangat fleksibel diakomodasikan dalam berbagai lingkungan. Di lingkungan pesantren, madrasah bukanlah barang yang asing, karena memang lahirnya madrasah merupakan inovasi model pendidikan pesantren. Dengan kurikulum yang disusun rapi, para santri lebih mudah mengetahui sampai di mana tingkat penguasaan materi yang dipelajari. Dengan metode pengajaran modern yang disertai audio visual, kesan kumuh, jorok, ortodok, dan exclusive yang selama itu melekat pada pesantren sedikit demi sedikit terkikis. Masyarakat metropolit makin tidak malu mendatangi dan bahkan memasukkan putra-putrinya ke pesantren dengan model pendidikan madrasah. Baik mereka yang sekedar berniat menempatkan putra-putrinya pada lingkungan yang  baik (agamis) hingga yang benar-benar menguasai ilmu yang dikembangkan di pesantren tersebut, orang makin berebut untuk mendapatkan fasilitas di sana. Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, misalnya, penuh dengan putra putri konglomerat, sekali daftar tanpa mikir bayar, lengkap sudah fasilitas didapat. Ma'had Al-Zaitun yang berlokasi di daerah Haurgelis (sekitar 30 KM dari pusat kota Indramayu), yang baru berdiri pada tahun 1994, juga telah menjadi incaran masyarakat modern kelas menengah ke atas, bahkan sebagian muridnya berasal dari negara-negara sahabat, seperti Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam. Dengan demikian, model pendidikan madrasah di lingkungan pesantren telah memiliki daya tawar yang cukup tinggi.
Model-model pondok pesantren modern seperti itu, kini telah bermunculan di berbagai daerah. Di Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal misalnya, juga ada pondok pesantren "Darul Amanah" yang mengutamakan penguasaan bahasa asing yakni Bahasa Arab dan Inggris. Pondok Pesantren yang didirikan oleh para alumni Pondok Pesantren Modem Gontor Ponorogo pada tahun 1990 itu telah menampung sekitar 1300 santri (siswa).
Melihat kenyataan seperti itu, tuntutan pengembangan madrasah akhir-akhir ini dirasa cukup tinggi. Pengembangan madrasah di pesantren yang pada umumnya berlokasi di luar kota dirasa tidak cukup memenuhi tuntutan masyarakat. Oleh karena itu banyak model pendidikan madrasah bermunculan di tengah kota, baik di kota kecil maupun di kota-kota metropolitan. Meskipun banyak madrasah yang berkembang di luar lingkungan pesantren, budaya agamanya, moral dan etika agamanya tetap menjadi ciri khas sebuah lembaga pendidikan Islam. Etika pergaulan, perilaku dan performance pakaian para santrinya menjadi daya tarik tersendiri, yang menjanjikan kebahagiaan hidup dunia akhirat sebagaimana tujuan pendidikan Islam (Al-Abrasyi, 1970; Jalaluddin dan Said, 1996).
Realitas menunjukkan bahwa praktek pendidikan nasional dengan kurikulum yang dibuat dan disusun sedemikian rupa bahkan telah disempurnakan berkali-kali, tidak hanya gagal menampilkan sosok manusia Indonesia dengan kepribadian utuh, bahkan membayangkan realisasinya saja terasa sulit. Pendidikan umum (non madrasah) yang menjadi anak emas pemerintah, di bawah naungan Depdiknas, telah gagal menunjukkan kemuliaan jati dirinya selama lebih dari tiga dekade. Misi pendidikan yang ingin melahirkan manusia-manusia cerdas yang menguasai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kekuatan iman dan taqwa plus budi pekerti luhur, masih tetap berada pada tataran ideal yang tertulis dalam susunan cita-cita (perundang-undangan). Tampaknya hal ini merupakan salah satu indikator dimana pemerintah kemudian mengakui keberadaan madrasah sebagian dari sistem pendidikan nasional.[7]
D.    Peningkatan Mutu Madrasah Ibtidaiyah
Persoalannya, kondisi sebagian besar madrasah sedang menghadapi persoalan serius. Menurut Yahya Umar, madrasah diibaratkan sebagai mobil tua sarat beban. Kurikulum madrasah adalah 130 % dari kurikulum sekolah karena komposisi kurikulum 70:30 (umum: agama) dan mata pelajaran umum madrasah sama dengan yang ada di sekolah. Apabila dilihat dari missinya, disamping sebagai sekolah juga sebagai lembaga dakwah. Sedangkan apabila dilihat dari kondisi guru, siswa, fisik dan fasilitas, dan faktor-faktor pendukung lainnya kondisinya serba terbatas, untuk tidak mengatakan sangat memprihatinkan. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa kondisi madrasah sebagian besar menghadapi siklus negatif atau lingkaran setan tak terpecahkan (unsolved problems): kualitas raw input (siswa, guru, fasilitas) rendah, proses pendidikan tidak efektif, kualitas lulusan rendah, dan kepercayaan stake holder terutama orangtua dan pengguna lulusan rendah.
Upaya apakah yang paling strategis atau kiat-kiat yang paling jitu dalam mempercepat peningkatan mutu madrasah. Menurut Yahya Umar, kalau madrasah diibaratkan mesin, maka ada tiga hal yang hendak dilakukan direktoratnya: menyehatkan mesin, mengurangi beban dan merubah beban menjadi energi. Pertama, menyehatkan mesin. Mesin dalam sebuah organisasi pendidikan dapat berwujud budaya organisasi dan proses organisasi. Madrasah yang sehat adalah yang memiliki budaya organisasi yang positip dan proses organisasi yang efektif (Robins, 1996:289). Dalam mewujudkan budaya madrasah yang baru, diperlukan konsolidasi idiil berupa reaktualisasi doktrin-doktrin agama yang selama ini mengalami pendangkalan, pembelokan dan penyempitan makna. Konsep tentang ihlas, jihad, dan amal shaleh perlu direaktualisasikan maknanya dan dijadikan core values dalam penyelenggaraan pendidikan madrasah. Dengan landasan nilai-nilai fundamental yang kokoh, akan menjadikan madrasah memiliki modal social (social capital) yang sangat berharga dalam rangka membangun rasa saling percaya (trust), kasih sayang, keadilan, komitmen, dedikasi, kesungguhan, kerja keras, persaudaraan dan persatuan. Dengan social capital yang baik, akan memunculkan semangat berprestasi yang tinggi, terhindar dari konflik yang seringkali menjadi "hama" bagi perkembangan madrasah. Lembaga pendidikan madrasah juga perlu tampil dengan nama, semangat, semboyan dan performen baru. Misalnya dengan nama baru seperti MI Putera Harapan, MTs Tunas Bangsa, MA Insan Mulia, dan lain sebagainya.
Kedua, kurangi beban. Madrasah memang sarat beban, apabila dilihat dari missi, muatan kurikulum, dan beban-beban sosial, budaya dan politik. Penyelenggaraan kurikulum madrasah perlu diformat sedemikian rupa agar tidak terpaku pada formalitas yang padat jam tetapi tidak padat misi dan isi. Orientasi pendidikan tidak lagi pada "having" tetapi "being", bukan "schooling" tetapi "learning", dan bukan "transfer of knowledge" tetapi membangun jiwa melalui "transfer of values" lewat keteladanan. Metode belajar yang mengarah pada, "quantum learning", "quantum teaching" dan "study fun" dan sebagainya perlu dikritisi. Budaya Belajar Bangsa Indonesia tidak harus mencontoh model Eropa seperti bermain sambil belajar, guru hanya sebagai fasilitator, menekankan proses dari pada hasil, mengutamakan alat belajar dan lain sebagainya. Budaya belajar Bangsa Indonesia yang banyak berhasil membesarkan orang justru yang mengembangkan sikap kesungguhan, prihatin (tirakat), ihlas (nrimo, qanaah), tekun dan sabar. Siswa madrasah harus dididik menjadi generasi yang tangguh, memiliki jiwa pejuang, seperti sikap tekun, ulet, sabar, tahan uji, konsisten, dan pekerja keras. Multiple intelligence (intellectual, emotional dan spiritual quotient) siswa dapat dikembangkan secara maksimal justru melalui pergumulan yang keras, bukan sambil bermain atau dalam suasana fun semata.
Ketiga, merubah beban menjadi energi. Pengelola madrasah baik pimpinan maupun gurunya haruslah menjadi orang yang cerdik, lincah dan kreatif. Pemimpin madrasah tidak sepatutnya hanya berperan sebagai administrator, "pilot" atau "masinis" yang hanya menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan, melainkan harus diibaratkan seorang "sopir", "pendaki" atau "entrepreneur" yang senantiasa berupaya menciptakan nilai tambah dengan cara mendayagunakan kekuatan untuk menutupi kelemahan, mencari dan memanfaatkan peluang yang ada, dan merubah ancaman menjadi tantangan (analisis swot). Keterbatasan sumber daya (manusia, material, finansial, organisasi, teknologi dan informasi) yang dimiliki madrasah bagi pemimpin yang berjiwa entrepreneur dan pendaki (climber) justru menjadi cambuk, lahan perjuangan (jihad) dan amal shaleh. Ibaratnya, beban berat di sebuah mobil dapat dirubah menjadi energi apabila sopirnya cerdas dalam memilih jalan yang menurun. Intinya, cara merubah beban menjadi energi adalah dengan cara berfikir dan berjiwa besar, positif, kreatif dan tidak kenal menyerah. Memang salah satu karakteristik madrasah adalah berkembang secara evolutif, dimulai dari sebuah pengajian di mushallah/masjid kemudian menjadi madrasah diniah dan akhirnya menjadi madrasah. Proses evolusi madrash selama ini ada yang berlangsung dengan baik dan ada yang jalan ditempat, tetapi sangat jarang yang mati. Semua itu tergantung pada orang-orang yang ada di dalamnya.
Melihat kondisi madrasah di atas, pemerintah seharusnya tidak lagi menomorduakan madrasah, melainkan memperlakukannya secara khusus agar 36.105 madrasah dan 5,5 juta siswanya dapat mengejar ketertinggalannya dan tidak lagi menjadi forgotten community. Mungkin pemetintah selama ini berasumsi: "tanpa dibantu pun madrasah sudah dapat hidup". Asumsi ini memang tidak terlalu salah, akan tetapi tidak seharusnya menjadi alasan untuk tidak membantunya. Atas dasar itulah penulis sangat mendukung kebijakan Dirjen Pendidikan Islam Prof. Dr. Yahya Umar yang akan memberdayakan madrasah, terutama madrasah swasta dalam tiga hal: memberdayakan murid, guru dan madrasah. Kita tunggu saja realisasinya.[8]
E.     Ayat yang sesuai dengan artikel diatas adalah:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Berikut ini Merupak Power Point dari Artikel di atas:

       Daftar Pustaka:
·          Online: Sejarah Perkembangan Madrasah di Indonesia, http://iwanrosadi.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-madrasah-di.html, dilihat: 26 Desember 2012, 13:40
·          Online: Madrasah  Sebagai The Centre Of Excellence, www.ditpertais.net/.../Makalah%20Rahardjo.doc, dilihat: Rabu 26 Desember  2012, 13:15
·          Online: Sejarah Perkembengan Madrasah, http://iwanrosadi.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-madrasah-di.html. lihat : 26 Desember 2012, 13:14
·          Online:  Sejarah Madrasah di indonesia, http://amirsunankalijogo.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia/. Lihat : 26 Desember 2012 , 13:25
·          Online: Sejarah Perkembengan Madrasah Ibtidaiyah Maasa Orde Baru, http://abyreyhan.blogspot.com/2011/01/makalah-sejarah-perkembangan-madrasah.html, 26 Desember 2012, 01:45
·          Online: makalah sejarah perkembangan Masdrasah, http://mial-faat.blogspot.com/2012/09/makalah-sejarah-perkembangan-madrasah.html Lihat : 26 Desember 2012 pukul 13:37
·          Online: Madrasah Sebagai The Centre Of Excellence, www.ditpertais.net/.../Makalah%20Rahardjo.doc, dilihat: Rabu 26 Desember 2012, 13:15
·          Online: Percepatan Mutu Madrasah, http://re-searchengines.com/drtobroni5-07.htm, Dilihat: 26 Desember 2012, 15:06

      





[1] Online: Sejarah Perkembangan Madrasah di Indonesia, http://iwanrosadi.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-madrasah-di.html, dilihat: 26 Desember 2012, 13:40
[2] Online: Madrasah  Sebagai The Centre Of Excellence, www.ditpertais.net/.../Makalah%20Rahardjo.doc, dilihat: Rabu 26 Desember  2012, 13:15

[3] Online: Sejarah Perkembengan Madrasah, http://iwanrosadi.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-madrasah-di.html. lihat : 26 Desember 2012, 13:14
[4] Online:  Sejarah Madrasah di indonesia, http://amirsunankalijogo.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia/. Lihat : 26 Desember 2012 , 13:25

[5] Online: Sejarah Perkembengan Madrasah Ibtidaiyah Maasa Orde Baru, http://abyreyhan.blogspot.com/2011/01/makalah-sejarah-perkembangan-madrasah.html, 26 Desember 2012, 01:45

[6] Online: makalah sejarah perkembangan Masdrasah, http://mial-faat.blogspot.com/2012/09/makalah-sejarah-perkembangan-madrasah.html Lihat : 26 Desember 2012 pukul 13:37
[7] Online: Madrasah Sebagai The Centre Of Excellence, www.ditpertais.net/.../Makalah%20Rahardjo.doc, dilihat: Rabu 26 Desember 2012, 13:15

[8] Online: Percepatan Mutu Madrasah, http://re-searchengines.com/drtobroni5-07.htm, Dilihat: 26 Desember 2012, 15:06

Tidak ada komentar:

Posting Komentar